Bambang DH Nilai Hilirisasi Nikel Belum Optimal

22-11-2022 / KOMISI VII
Anggota Komisi VII DPR RI Bambang DH saat mengikuti Rapat Kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif. Foto: Oji/nr

 

Anggota Komisi VII DPR RI Bambang DH menyoroti hilirisasi mineral, khususnya nikel, melalui smelter nikel. Menurutnya, dari beberapa kali kunjungan kerja Komisi VII DPR RI ke smelter nikel, yang dilakukan hanya pengolahan menjadi batangan atau lempengan micro nickel. Sehingga Bambang menilai upaya hilirisasi nikel menjadi tidak optimal. Untuk itu, ia mendesak agar pemerintah mengoptimalkan hilirisasi agar meningkatkan nilai tambah.

 

Demikian dikatakan Bambang saat mengikuti Rapat Kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif beserta Sekjen Kementerian ESDM, Sekjen Dewan Energi Nasional (DEN), Irjen KESDM, Dirjen Migas, Dirjen EBTKE, Plh. Dirjen Minerba, Kepala BPSDM, Kepala BPMA, Plt. Kepala Badan Geologi, dan Komite BPH Migas, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (21/11/2022).

 

“Kita mendesak, supaya nilai tambah ini banyak bisa kita raih. Tidak kemudian kita ibarat banyak sumber daya alam (lalu) disuruh membersihkan, memurnikan, kemudian ekspor. Padahal kita tahu negara yang menerima paling banyak (impor nikel dari Indonesia) bahkan persentasenya sampai 80-90 persen dari ekspor batangan nikel itu. Itu jadi tentu sangat merugikan. Kami ingin agar keinginan Presiden untuk mengekspor barang tidak dalam bentuk mentah, setengah jadi, betul-betul kita tekankan. Nilai tambahnya di Indonesia,” tegasnya.

 

Di sisi lain, politisi PDI-Perjuangan itu menilai pemerintah terlalu cepat meratifikasi berbagai kesepakatan perdagangan, sehingga salah satu yang menjadi akibat adalah gagalnya Indonesia di sengketa gugatan terkait ekspor nikel. “Mungkin ke depan kita mesti cermat, kita ini tampaknya dengan tren global ini ada kesepakatan kemudian kita meratifikasi, namun di bidang ekonomi kita cuma menjadi pasar saja,” kritik Bambang.

 

Sebagaimana diketahui, dalam panel World Trade Organization (WTO) di Dispute Settlement Body (DSB) atas perkara larangan ekspor bijih nikel Indonesia memutuskan kebijakan larangan ekspor dan pemurnian mineral nikel di Indonesia melanggar ketentuan. Merespons putusan itu, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan pemerintah bakal mengajukan banding,

 

“Pemerintah berpandangan keputusan panel belum memiliki kekuatan hukum tetap sehingga masih ada peluang untuk banding dan tidak perlu mengubah peraturan  atau bahkan mencabut kebijakan yang tidak sesuai sebelum keputusan sengketa diadopsi DSB,” ujar Arifin kepada Komisi VII DPR RI. Selain itu, Arifin mengatakan pemerintah bakal mempertahankan kebijakan hilirisasi mineral (nikel) dengan mempercepat pembangunan smelter. (sf/aha)

BERITA TERKAIT
Program MBG Diluncurkan: Semua Diundang Berpartisipasi
06-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Gizi Nasional dijadwalkan akan meluncurkan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) hari ini, Senin, 6 Januari 2025....
Komisi VII: Kebijakan Penghapusan Utang 67 Ribu UMKM di Bank BUMN Perlu Hati-Hati
04-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay menyoroti rencana pemerintah yang akan menghapus utang 67 ribu...
Pemerintah Diminta Tingkatkan Daya Saing Produk UMKM dan Ekonomi Kreatif Indonesia
03-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengungkapkan bahwa pemerintah saat ini dituntut untuk menata dan...
Dina Lorenza Dukung Kenaikan PPN: Harus Tetap Lindungi Masyarakat Menengah ke Bawah
24-12-2024 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Dina Lorenza mendukung rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen...